Keroncong Stambul Sebagai Bentuk Akulturasi Budaya Urban

Keroncong Stamboel adalah salah satu bentuk dari jenis musik langgam keroncong yang merupakan hasil dari akulturasi budaya asing yang masuk ke Indonesia dan beradaptasi dengan budaya lokal, kemudian berkembang dan menjadi satu bentuk seni pertunjukan musik baru.

Keroncong merupakan nama dari jenis musik ukulele dan musik yang khas dari Indonesia. Awal mula musik keroncong berasal dari portugis yang dinamakan "fado" (lagu rakyat Portugis bernada Arab (tangga nada minor, karena orang Moor Arab pernah menjajah Portugis/Spanyol tahun 711 – 1492) yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara.

Keroncong stambul diperkirakan ada di Indonesia setelah orang gujarat datang di perairan Indonesia. Kedatangan mereka masuk ke tanah air sangat mengundang simpati masyarakat pribumi terutama yang tergabung dalam partai-partai Islam. Mereka sangat menghormati kerajaan Turki dengan ibukotanya Istambul. Sejak itulah dinamakan Stambul yang berasal dari kata "Istambul".

Pada pertunjukan musik keroncong, instrumen musik yang digunakan adalah instrumen musik barat atau diatonis, dan membawakan dengan suasana tradisional. Sampai saat ini menjadi ciri khas keroncong yang membawa suasana tradisional. Seperti contoh pada instrumen gitar dibawakan seperti memainkan Siter, cello seperti gendang, biola seperti rebab, dan lain-lain.

Musik keroncong biasanya berlirik, akan tetapi berbeda dengan keroncong stambul. Gitar keroncong stambul dapat dimainkan sebagai instrument tunggal. Melodi musiknya mengingatkan kita pada musik padang pasir negara timur tengah atau nyanyian melayu Sumatera Timur.

Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan beradaptasi dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat orang Jawa. Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti: 

  • Sitar India 
  • Rebab 
  • Suling bambu 
  • Kendang, kenong, dan saron sebagai satu set gamelan 
  • Gong 

Pada perkembangannya, instrumen keroncong sebagai ensamble musik, dengan formasi alat (bezetting) terdiri dari 7 alat, yaitu gitar, bass, cello, flute, biola, keroncong (ukulele/cuk) dan banyo (cak). Jadi apabila sudah ada ketujuh macam alat musik ini, maka permainan musik keroncong sudah dapat dikatakan lengkap.

Adapun peranan masing-masing alat adalah sebagai berikut: Instrumen melodi : Biola, flute (suling) Instrumen pengiring : Gitar, Ukulele, Banyo, Cello dan Bass Instrumen yang menjadi ciri khas keroncong stambul ini adalah instrumen Banyo yang merupakan instrumen khas negara Timur Tengah.

Hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa musik keroncong, khususnya keroncong stambul adalah musik asli Indonesia yang merupakan hasil akulturasi antara musik lokal dan musik urban yang masuk ke Nusantara, bercampur, diadaptasi dan menjadi sebuah bentuk musik baru asli Indonesia.


Sumber:

Destiana, E (2012). Keroncong Stambul Sebagai Bentuk Akulturasi Budaya Urban. Journal Pedagogia, 1, 153-159.

Beawata, Ensiklopedia Nasional Indonesia 15, PT. Cipta pustaka, Jakarta, 1991. Ernst Heins, Keroncong dan Tanjidor – Two Cases of Urban folk music in Jakarta, Asian Musik VII-I, Journal of society For Asian Music, 1975. George McClelland Foster, traditional cultures and impact of technological change , Harper, New York, 1962. Harmunah, Musik Keroncong – Sejarah,Gaya dan Perkembangan, Pusat musik liturgi, Yogyakarta, 1987. Jakob Sumardjo, Perkembangan Teater Modern Dan Sastra Drama Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Musafir Isfanhari, Musik Keroncong (Komposisi, Permainan dan Sejarah) makalah diskusi SMKI N Surabaya, April 1996. W. Lumban Tobing e.m, “Sejarah Musik Keroncong”, Radio dan Masyarakat Indonesia, no 29-30, 1950-1953.

Tidak ada komentar untuk "Keroncong Stambul Sebagai Bentuk Akulturasi Budaya Urban"