POKOK POKOK PIKIRAN MENGENAI KERONCONG




Oleh: Bentang Waku (Parto Dj- Kerontjongers Indonesia)
(Dokumentasi RKI 2014: Bagyo)


POKOK POKOK PIKIRAN MENGENAI KERONCONG
Sekadar draft bahan untuk disodorkan dan dirembug-kan. Menambah, mempertajam dan memfokuskannya dengan data, sangat disarankan.

1.     Krontjongers Indonesia, adalah Gerakan Moral, bukan komunitas. Mereka yang terlibat didalamnya para seniman keroncong, pegiat, masyarakat umum pemerhati dan penikmat, lintas paguyuban, organisasi, kelembagaan dan komunitas
2.     Keroncong harus Inovasi, segala lini, segala sisi, tanpa abai nilai keluhuran, keasilan dan tuntutan perkembangan sosial budaya masyarakat.
3.     Agenda Keroncong, Indoor, OutDoor dan sejenisnya yang diseringkan
4.     Bersama Media [Cetak,Elektronik,Online] tiada henti publikasi ‘good news is good news’ perihal keroncong
5.     Regenarasi, dengan pendidikan pelatihan formal dan informal

GERAKAN MORAL ATAU REVOLUSI MORAL?

GERAKAN MORAL :
-    Sebuah gerakan yang dibangun dalam rangka mencapai perubahan sosial
-   Gerakan yang berlandaskan kebenaran Universal. Menentang ketidakadilan, kesewenangan, pelanggaran HAM, kekuasaan yang korup, dan hal lain yang bersifat umum untuk terwujudnya nilai-nilai keadilan, kesejahteraan, kebenaran, kemanusian.
-   Gerakan yang membumi sehingga manfaatnya bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat bertujuan memberikan pencerahan kepada masyarakat terhadap berbagai aspek kehidupan.
-    Gerakan yang merupakan langkah untuk meningkatkan rasa kepedulian dan kepekaan masyarakat.

REVOLUSI MORAL
-       Perubahan secara mendasar dan cepat. yaitu soal baik dan buruk serta salah dan benar.
-       Dilakukan secara sumultan dan masif, tidak harus menunggu kesadaran yang muncul secara sporadis, melainkan harus digerakkan.
-       Menghindari kecenderungan asyik dengan “dunianya” masing-masing.

Revolusi Moral menjadi pilihan, karena moral merupakan inti kehidupan. Bahkan, semua Nabi, utusan Tuhan/Allah, diutus ke muka bumi hanya untuk menyempurnakan moral (akhlak). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pencapaian bidang ekonomi, dan kekuasaan politik yang sangat besar sekalipun, tanpa diikuti dengan tegaknya moral, maka semua raihan itu tidak berguna. Bahkan bisa jadi, achievement itu akan menghancurkan manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Maka sembari membangun ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, kita tetapkan dulu prioritas pembangunan yang menjiwai seluruh bidang pembangunan itu, yaitu pembangunan moral. [Prof.Sunaryo Kartadinata – Guru Besar UPI Bandung]

Revolusi moral berbeda dengan revolusi fisik. Keduanya sama-sama gerakan yang sangat mendasar dan radikal, namun implikasinya sangat berbeda. Revolusi fisik memungkinkan terjadinya gerakan fisik secara massal sehingga tidak mustahil jatuh korban jiwa dalam jumlah yang tak terkira.


Sedangkan, revolusi moral merupakan gerakan yang bersifat revolusioner bidang perilaku. Orang yang bermoral adalah yang lebih memilih berbuat benar dan baik daripada salah dan buruk. Orang yang bermoral menyukai kehidupan tertib, disiplin, menjunjung tinggi hukum, produktif, dan perilaku positif lainnya bukan karena takut penjara atau takut hukuman. Orang yang bermoral adalah mereka yang mencintai kebaikan dan kebenaran. Orang yang mencintai adalah orang yang rela mengorbankan apa pun demi sesuatu yang dicintainya, bukan karena takut oleh apa pun. Maka revolusi moral yang diharapkan terjadi adalah gerakan cepat dan radikal agar bangsa ini mencintai kebenaran dan kebaikan. Bangsa Indonesia yang berkarakter, konstitusional, sportif, taat hukum dan nilai positif lainnya, adalah menjadi pribadi bangsa Indonesia. Saat melakukan yang sebaliknya, mereka merasa terhukum. Hukuman yang tertinggi dari seorang yang melanggar moral adalah malu.

Terkait dengan Gerakan Moral atau Revolusi Moral pada Keroncong, maka uraian singkat diatas jelas menunjukkan agar sesiapapun yang berkepentingan, mampu meneleaahnya dengan baik. Mari kita cermati beberapa hal ini, bila bersangkut dengan gerakan moral ini. Point, gerakan untuk mencapai perubahan sosial, kebenaran universal, membumi sehingga manfaatnya bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat, bertujuan memberikan pencerahan terhadap berbagai aspek kehidupan, dan merupakan langkah untuk meningkatkan rasa kepedulian dan kepekaan masyarakat.

Benarkah Keroncong telah mampu mencapainya? Benarkah keroncong telah membumi? Benarkah Keroncong telah meningkatkan kepedulian kepekaan masyarakat? Benarkah Keroncong telah secara ‘masif’ menyadarkan para pegiatnya untuk melakukan penyadaran kepada sesiapapun agar mengenal, bahkan terlibat? Atau jangan jangan memang benar para pegiat keroncong asyik sendiri dengan dunianya sendiri. Inilah yang harus diubah dalam gerakan ini, atau bahkan revolusi moral ini.  Belum lagi sederet catatan yang selama ini telah lazim terdengar, antara satu group atau orkes keroncongm atau komunitas, paguyuban, atau perkumpulan, atau apapun namanya, saling menjatuhkan? Mentalitas ini juga diantaranya yang harus dicermati. Contoh lain, dan tentu masih banyak fakta dilapangan; pegiat keroncong melakukan kegiatan tertentu, tetapi justru tak mendapat dukungan dari kelompok lainnya. Ini melebihi batas apa yang disebut dengan harus rukun, harus saling membantu, apalagi sekadar persatuan diantaranya pegiatnya. Lebih kepada kultur, agar mulai sekarang, apapun yang baik dimasa lampau bisa dilanjutkan, sedang yang buruk dan tidak baik, harus diubah perilakunya.

KERONCONG HARUS INOVASI
“Keroncong harus Inovasi, segala lini, segala sisi, tanpa abai nilai keluhuran, keasilan dan tuntutan perkembangan sosial budaya masyarakat”.

Kata inovasi dapat diartikan sebagai "proses” dan/atau “hasil” pengembangan dan/atau pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial).

Inovasi sebagai suatu “obyek” juga memiliki arti sebagai suatu produk atau praktik baru yang tersedia bagi aplikasi, umumnya dalam suatu konteks komersial. Biasanya, beragam tingkat kebaruannya dapat dibedakan, bergantung pada konteksnya: suatu inovasi dapat bersifat baru bagi suatu perusahaan (atau “agen/aktor”), baru bagi pasar, atau negara atau daerah, atau baru secara global. Sementara itu, inovasi sebagai suatu “aktivitas” merupakan proses penciptaan inovasi, seringkali diidentifkasi dengan komersialisasi suatu invensi. Istilah inovasi memang sering didefinisikan secara berbeda, walaupun pada umumnya memiliki pemaknaan serupa. Inovasi, dalam ilmu lingusitik adalah fenomena munculnya kata-kata baru dan bukan kata-kata warisan. Inovasi berbeda dengan neologisme. Inovasi bersifat 'tidak sengaja'.

Catatan lain mengenai inovasi ini diantaranya adalah :

David Neeleman (Pendiri dan CEO JetBlue), Inovasi merupakan proses berupaya mencari cara untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik daripada sebelumnya.
Ibrahim (1989), Inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Amabile et al. (1996), Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru.

Inovasi adalah an idea, practice or object thatperceived as new by an individual or other unit of adoption. Menurut Prof. Azis Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide, proses dan produk dalam berbagai bidang.

Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan misalnya. Dengan demikian metode baru atau cara baru dalam melaksanakan metode yang ada seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan.

Merujuk pada hal diatas, sudahlah, mulai sekarang akhiri polemik yang selalu dimunculkan bahwa, keroncong yang asli, keroncong tidak asli, keroncong modern, dan entah apalagi sebutan mengenai hal yang dipolemikkan sepanjang masa ini. Lalu kita melupakan , apa yang seharusnya dilakuakan. Membuat lagu baru, memainkannya, mengenalkan kepada public, dengan beragam saluran, tempat, waktu dan kemasan. Membuat dan menulis aransemen yang bisa menginspirasi sesama pegiat keroncong pun tidak dilakukan oleh para musisi-nya.

Inovasi yang saya maksudkan adalah, dengan tetap menjaga hal hal lama dan sebelumnya terjaga, namun tentu harus mengaitkan bahkan menggunakan hal hal dan cara baru, agar lebih baik dari sebelumnya. Contoh, ketika industry musik sedang lesu, ditambah tak banyak secara ‘major label’ keroncong diakomodir oleh pemodal atau capital besar, maka akar rumput tak kehilangan akal. Yang sangat nyata, upaya yang dilakukan oleh misal, Nurbayan, pedangdut/pencampursari/ pengkoplo dari Kediri. Fenomena dilapangan menunjukkan, mampu “menggetarkan” dan “menggegerkan” public dengan “oplosan” nya.
Nurbayan bukan seorang artis besar. Ia hanyalah pedangdut dan penyanyi kampung dari hajatan dan panggung ke panggung. Terlepas kesan komersial yang jadi tujuannya, ia mampu melakukan inovasi dengan dunianya. Ia rangkul studio rekaman lokal, memproduksi lagu lagu baru, menjualnya sesuai tuntutan selera pasar yang meminatinya dsb. Lalu, tiada hentinya berbagai upaya ia tempuh untuk membuat karya karyanya dikenal.

Ia bukan pemodal besar apalagi ada yang memodali. Unsur Campursari, Koplo, Dangdut, bahkan Jaranan ia ‘mix’ menjadi satu. Jadilah sesuatu yang awalnya tak lazim. Tapi terus menerus ia lakukan, hingga akhirnya public bisa menerimanya. Tak mampu menjual keping CD yang seperti dulu ia cita citakan, tak membuatnya gentar. Merangkul provider, jadilah RBT. Merangkul EO jadilah pentas dimana mana. Merangkul media penyiaran, jadilah akhrinya ia ‘seterkenal’ seperti yang terjadi sekarang. Semuanya bukan gratisan dan sebuah kebenaran belaka. Tapi dengan beragam daya upaya inovasi, terlahir menjadi baru, tanpa lupa akarnya. Ingat, Bondan Prakoso juga telah melakukannya.

AGENDA KERONCONG YANG DISERINGKAN

Sungguh sebuah kebahagian tersendiri bagi para pegiat keroncong, ketika beragam event mulai terus secara kontinyu dilakukan. Di Surakarta ada “Solo Keroncong Festival” di Jogja ada “Sympony Kerontjong Moeda”, di Semarang ada “Parade 1000 Lagu Keroncong” dan entah, agenda apalagi yang tak terhitung, mulai skala kecil, menengah hingga agenda akbar. Lomba keroncong, penyanyi dan orkesnya pun tak ketinggalan diselenggarakan. Inovasi juga dilakukan dengan mempertontonkan keroncong ditempat tempat umum, mulai di taman, bahkan dipinggir jalan. 

Sekitar lima tahun terakhir mendokumentasikan, tak sedikit yang “memajang” pertunjukan keroncong dengan gaya tempo dulu dan gaya lama, yang tak sebanding lurus dengan peradaban kekinian. Saya ingin menyebut, Keroncong terjebak harus terlihat “jadoel” musik “antik” dll. Bilapun ada perform dengan gaya modern, mulai musik dan gaya penampilan para pemainnya, sudah ‘dihakimi’, sebagai perusak tatanan.

Dari foto foto yang saya kumpulkan, tak sedikit untuk urusan backdrop panggung saja, sudah jauh tertinggal dengan musik umum lain yang melakukan pementasan. Bahkan terkesan seadanya, asal asalan dan entah apalagi sebutan yang tepat. Ini belum lagi urusan sound system yang terkadang menjadi “kendala”.  

Layaknya komunitas musik lain yang sering saya ‘intip’, mereka mampu dengan baik menerjemahkan apa yang dikehendaki audience saat pementasan. Keroncong tidak demikian, malah kadang dengan bangga menyebut, “..ya demikianlah kami, keroncong itu..”.

Agenda Keroncong, Indoor, Outdoor dan sejenisnya yang diseringkan, apalagi dengan melibatkan public, telah acapkali dilakukan. Saya angkat jempol untuk itu, tetapi seyogyanya pegiat keroncong, mengintip bahkan belajar dari genre musik lain atau pegiat hiburan lain dalam mengemas pertunjukan ini.

Semangkin seringnya keroncong berkumandang diberbagai tempat, maka akan dengan sendirinya ia akan tetap hidup dan bisa diterima masyarakat, asal mengikuti apa yang dikehendaki nya.

PERAN MEDIA

Tak dipungkiri, bila berkaca pada fakta bahwa ‘oplosan’ mengglobal karena media. Penyiaran konvensional, konvergensi media, sosial media dll. Tak jarang, sebuah acara yang sebenarnya patut diacungi jempol, para pegiat keroncong seakan ‘lupa’ tak merangkul media. Lima tahun menggeluti dan menjadi peliput keroncong untuk media penyiaran radio, saya tak bisa menyimpan banyak file file cetak liputan para jurnalis, sebanyak genre musik lain.

Atau, hari ini saya masih mendapati media televisi, ya hanya TVRI Pusat saja yang mampu sajikan musik keroncong, termasuk TVRI Daerah (Semarang, Jogja, Surabaya), dengan alasan pelestarian budaya bangsa. Televisi swasta, berbentuk liputan, mengalami peningkatan, meski tersentral di ibukota Negara. Hal bagus. Radio tak tambah banyak yang siaran keroncong. Pegiat keroncong tak mampu rangkul media radio yang bersifat lokal ini. Televisi lokal juga telah bersiaran keroncong secara kontinyu, tapi apakah semua daerah di pelosok tanah air demikian adanya? Tentu tidak. Media penyiaran berkepentinagan akan ‘isi’ atau ‘kontens’ siarannya. Sebenarnya keroncong sangat dibutuhkan. Hanya, ada pertanyaan dari para pelaku dan praktisi media. Banyak tidaknya materi lagu baru, kemasan baru, atau hal hal baru tentang keroncong, acapkali menyeruak ke permukaan.

Belum lagi, pegiat keroncong tak gencar untuk mendatangi media penyiaran yang bisa dijangkaunya dengan segudang inovasi dan kreatifitas. Sungguh disayangkan, Padahal, kedekatan itu akan sangat membantu pihak media penyiaran untuk setidaknya mengenal dulu, sebelum akhirnya ‘memakai’ keroncong.

Saya mengilustrasikan, Di Bandung, yang menyiarkan keroncong adalah : RRI, Lita FM, Mora FM (pasif), Radio Mutiara (pasif). Pasif yang saya maksudkan adalah, radio hanya menyiarkan pita kaset atau cakram CD yang sudah didigitalkan dalam bentuk file ke computer. Sedang RRI dan Lita FM, masih menggelar ‘siaran hidup’.

Karena keinginan untuk mengenalkan keroncong, maka beragam upaya saya lakukan dengan pendekatan sesama pengelola media. Tak mudah meyakinkan, tapi akhirnya kawan kawan media lain berkenan menyiarkan keroncong, tak hanya dengan lagu keroncong, tetapi justru mengundang untuk siaran distudionya. Setidaknya sudah bertambah dengan seperti; RAKA FM, sebulan sekali diacara Suara Fals (penyiaran lagu Iwan Fals) pada minggu ketiga, diberi porsi satu jam keroncong perform dengan segala keterbatasan radio ini. Kemudian SONORA FM Bandung, yang juga demikian halnya. Raka dan Sonora adalah jaringan media Kompas Group.

Sebelumnya, adalah I-Radio Bandung, yang mempunyai acara Komunitas. Ia tampilkan keroncong, meski tidak tiap bulan. Menyusul, berikutnya akan hadir keroncong ala URBAN FM Bandung. Urban FM adalah radio musik anak muda yang ingin menjadwalkan sebulan dua kali siaran keroncong live dengan ala mereka. Urban masuk dalam rating 10 besar radio Bandung Raya. Tantangan lain yang belum tergarap adalah, PRFM yang meminta keroncong bisa hadir sebulan sekali, meski ditrotoar teras studionya di jalan Baraga (pendek) Bandung. PRFM adalah radio NEWS. Musik keroncong menjadi musik penyela dan hiburan saat ada acara talkshow dengan menghadirkan narasumber ke studio, dikemas dalam variety show. MARA FM Bandung, memang tidak ada siaran musik keroncong. Namun suatu kali pernah dalam acara Rolling Stones, justru pegiat keroncong diberi kesempatan untuk onair.

Jawa Barat, beberapa radio telah mulai secara khusus menyiarkan dan membuat acara musik keroncong. Adalah Purnama FM (Kota Tasikmalaya), Sukapura FM (Kab Tasikmalaya), Fortuna FM (Kota Sukabumi), ELPAS FM (Kota Bogor), dan akan menyusul beberapa radio lainnya yang ingin keroncong. Kendalanya adalah pustaka musik dan minimnya penyiar, bahkan ketidak adaan penyiar khusus keroncong yang mumpuni.

Sumatera; IDOLA FM Jambi, CITRA FM LubukLinggau Sumatera Selatan, OSAMA FM Riau, FAVORIT FM Padang, Bengkulu FM, MEMOA FM Manado, adalah radio radio yang mendapat supllay pustaka musik keroncong yang saya kelola di LITA FM Bandung.

Belum lagi, Solo, ada pegiat HAMKRI yang sudah menggunakan radio dan televisi. Jogja, Semarang demikian halnya, pula Jawa Timur. Hanya, sejauh pengamatan saya, belum maksimal.
Maka, rangkullah media, nanti akan terdengar keroncong di radio dan terlihat gambarnya di televisi, lokal sekalipun. Tawaran dari PJTV Bandung (JTV Group) belum saya amini, karena belum dirembugkan dengan pegiat Bandung.

REGENERASI KERONCONG

Ini hal mendesak tak bisa ditunda lagi. Sudah sepatutnya para pegiat keroncong merealisasikan melalui jalur formal atau informal, agar keroncong bisa diajarkan kepada generasi muda, bahkan pelajar. Selama ini sudah dilakukan oleh para pegiatnya. Hanya, sila inventarisir, sudah seefektif apakah yang telah dilakukan.

Terkait regenarasi keroncong ini tentu akan berdampak banyak pada hal lainnya, point point yang sudah diuraikan. Sebut saja, bila sebuah group keroncong, komunitas atau paguyuban, mendidik mereka yang minat belajar memainkan keroncong, tentu tak kesusahan mencari ‘pemain depan’. Betul tidak? Tak hanya pemain depan, pemain belakang pun tak akan kesususahan. Maka, tak hanya tambah pemain keroncong, keroncong akan bertambah, dan tentu, bila disebuah wilayah katanya ada 20 group keroncong, ya utuh 20 group keroncong itu memiliki pemain pemusik sendiri sendiri. Betul tidak?

Tanpa bermaksud menggurui, semoga tulisan ini, khususnya mengenai bab regenarasi, bisa dikembangkan dan menjadi bahan perenungan untuk selanjutnya direalisasikan.  

Saatnya sekarang bekerja, melakukan yang terbaik untuk keroncong, untuk bangsa ini, untuk peradaban manusia didunia. Maka, kelak tak perlu repot lagi untuk mengusulkan keroncong menjadi warisan milik Indonesia, yang diakui UNESCO. Selamat berkeroncong!!!!

bentang waktu – partho dj - di Bandung
(bahan telah didiskusikan dengan beberapa pegiat keroncong)

Tidak ada komentar untuk "POKOK POKOK PIKIRAN MENGENAI KERONCONG"